Media Indonesia 14 Februari 2012
memaparkan mengenai Sosok 42 Anak Negeri, dan di urutan ke 25 seorang Albertus
Tjiu menjadi sosok pilihan atas pengabdiannya terhadap Orangutan. Kebanggaan
yang diperoleh dari seorang anak bangsa kelahiran Sambas tanggal 9 Februari
1972 ini diraihnya dengan melewati berbagai tantangan. Berikut petikan
wawancara yang dilakukan oleh reporter Buletin Entuyut, Hayunieta, terhadap Albertus Tjiu atau yang lebih dikenal dengan
panggilan Bang Albert.
Hayunieta-Buletin Entuyut (H-BE) : Bagaimana asal
mula anda berkecimpung dalam upaya pelestarian lingkungan, khususnya dalam penyelamatan satwa yang dilindungi?
Albertus Tjiu (A) : Terkait
dengan hutan dan seisinya, saya memang dari kecil sudah menyukai dunia ini.
Awalnya berada dari lingkungan rumah saya sendiri, dimana dibelakang rumah saya
pada saat itu masih terdapat kebun yang karena tidak terawat jadi seperti
hutan, dan disitulah tempat saya bermain, saat itu dengan pemikiran saya yang
masih anak-anak, saya beranggapan bahwa hutan memiliki manfaat yang sangat baik
bagi kehidupan manusia, baik di masa sekarang maupun di masa mendatang. Ketika
saya duduk di bangku SMA saya mengambil jurusan Biologi, dan pada saat akan
melanjutkan ke bangku kuliah saya berfikir, orangtua inginnya saya melanjutkan
ke Fakultas Ekonomi agar bisa meneruskan dunia bisnis yang telah digeluti orang
tua, tapi karena pada dasarnya saya menyenangi Ilmu Alam, maka pada saat
mengisi formulir PMDK (Albert masuk Universitas Tanjungpura melalui Jalur PMDK)
dipilihan kedua dan ketiga Agro dan Kehutanan menjadi pilihan.
Dan sesuai dengan keinginan saya
diterima di Fakultas Pertanian jurusan Kehutanan, sehingga tidak ada alasan
bahwa saya menolak keinginan mereka untuk terjun di dunia ekonomi. Kecintaan
saya akan alam semakin terasah dengan keterlibatan saya di Sylva Indonesia dan
duduk di Divisi Riset. Ketika duduk di semester VI saya terlibat di Lab.
Silvikultur, dan pada saat libur semester saya ikut-ikut survey, nah bermula
dari situlah saya bisa mengaplikasikan teori yang saya miliki dengan prakteknya
dilapangan.
(H-BE) : Kalau kita berbicara mengenai
hutan dan seisinya tentu banyak hal yang akan kita peroleh, namun sepertinya
Bang Albert lebih enjoy dengan dunia fauna khususnya Orangutan, apa daya
tariknya sehingga Bang Albert terjun dengan total untuk mempelajari dan sekaligus
melakukan aksi untuk Orangutan ini?
(A) : Sebenarnya ketika berbicara
tentang alam sebenarnya saya berangkat dari ilmu tumbuhan / botani yang saya
fahami pada saat duduk di bangku SMA. Namun mulai tahun 1996 – 2004 saya memang
mendalami ilmu botani, dan ketika saya mengikuti penelitian pertama tentang
orangutan, ternyata bukan hanya satwanya saja yang dipelajari namun pakannya
juga menjadi hal yang sangat penting untuk diketahui, disini ada korelasi
positif antara kegiatan saya (sebagai pendamping peneliti) dengan ilmu yang
saya miliki, disinilah saya mulai berkeinginan untuk memahami lebih jauh
mengenai dunia orangutan. Khususnya berbicara mengenai orangutan pada tahun
2004 WWF diundang untuk menghadiri pertemua PHVA (Population Habitat Viability
Acces) untuk Orangutan di Ragunan,Bogor (Bang Albert gabung di WWF pada tahun
1996), disana hadir expert orangutan
dari seluruh dunia, dan pada saat membahas mengenai identifikasi Sub Spesies
Pongo Pygmaeus di Borneo, ternyata untuk Sub Spesies Pongo pygmaeus pygmaeus
dan Pongo pygmaeus wurmbii informasi yang diperoleh masih sangat minim,
berangkat dari keprihatinan ini saya bertekad untuk mendalami mendalami dan menggali informasi tentang Sub
Spesies Pongo pygmaeus khususnya yang ada di Kalimantan. Populasi dan kantung
habitat Pongo pygmaeus ini berada di Kapuas Hulu, WWF memfokuskan diri di
Kapuas Hulu untuk melakukan riset mengenai orangutan bekerjasama dengan PHKA.
(H-BE) : Bagaimana kondisi populasi
Pongo pygmaeus saat ini ?
(A) : Secara umum di Kalbar dari 3
sub spesies di Kalbar ada 2 sub spesies yaitu pongo pygmaeus pygmaeus dan Pongo
pygmaeus wurmbii. Nah untuk kedua sub spesies yang ada di Kalbar, berbicara
mengenai habitatnya perkiraan populasi di awal tahun 2004 perkiraan terdapat
2500 orangutan, namun bisa kita lihat dari pemberitaan akhir-akhir ini bahwa
habitat dan jumlah populasi pongo pygmaeus ini mengalami penurunan yang cukup
tinggi dikarenakan semakin luasnya perubahan kawasan yang dijadikan kebun.
Sebenarnya ini dapat dijembatani jika ada keterlibatan banyak pihak. Untuk di
TNBK sendiri menurut survey tahun 2005-2006 di TNBK terdapat 1030 orangutan.
Nah ketika berbicara mengenai penyelamatan orangutan ini, bukan hanya orangutan
nya saja yang diselamatkan namun juga kita mempunyai misi untuk menyelamatkan
hutan, karena orangutan tanpa hutan tidak mungkin mereka dapat hidup secara
alamiah. Di hutan mereka bisa menjadi penyebar benih, jadi dalam siklus ekologi
ou memiliki peranan sangat penting dalam membantu penyebaran benih.
(H-BE) : Kalau saya tidak salah orangutan
itu mengandung virus yang berbahaya bagi manusia?
(A) : Ya sebenarnya kalau kita
berbicara keterkaitan antara orangutan dengan manusia, seperti kita tahu bahwa
dalam Bahasa Inggris orangutan dikatakan sebagai “Man of Forest” – manusia dari
hutan – dari segi penamaan saja ada kaitan sangat erat. Dari riset genetika
orangutan dan manusia memiliki kesamaan genetika sebesar 97 %. Dari kesamaan
genetika ini apa yang dialami manusia dan apa yang dialami orangutan, mereka
memiliki kedekatan yang sangat erat sehingga kemungkinan untuk saling
mempengaruhi cukup tinggi, contoh jika orangutan itu terkena penyakit malaria
atau typus dan dalam kondisi dipelihara oleh manusia maka manusia yang
memelihara itu akan dengan mudah tertulari penyakit yang diderita oleh
oarangutan itu, demikian pula sebaliknya. Nah inilah mengapa ketika kita
berbicara orangutan sudah sepantasnya mereka berada di habitatnya, tidak berada
bersama dengan manusia atau dikandang.
tinggi, contoh jika orangutan itu terkena
penyakit malaria atau typus dan dalam kondisi dipelihara oleh manusia maka
manusia yang memelihara itu akan dengan mudah tertulari penyakit yang diderita
oleh Orangutan itu, demikian pula sebaliknya. Nah inilah mengapa ketika kita
berbicara orangutan sudah sepantasnya mereka berada di habitatnya, tidak berada
bersama dengan manusia atau dikandang.
(H-BE) : Apa yang sudah dilakukan oleh
pihak-pihak terkait (baik pihak pemerintah, swasta ataupun NGO) mengenai misi
penyelamatan orangutan ini?
(A) : Sejauh ini walaupun belum
bisa dikatakan maksimal namun sudah ada upaya-upaya yang berkelanjutan dari
seluruh pihak dalam rangka penyelamatan orangutan. Kementerian Kehutanan dalam
hal ini Balai KSDA sebagai UPT di daerah yang memiliki management authority
sudah meningkatkan peran aktif dalam upaya penyelamatan orangutan. Pihak swasta
baik itu dari perusahaan meskipun jumlahnya masih sangat minim namun sudah ada
keinginan untuk bersama-sama melakukan misi penyelamatan orangutan, dan pihak
NGO terus berupaya untuk meningkatkan kapasitasnya dalam kegiatan penyelamatan
orangutan dan habitatnya.
(H-BE) : Apa suka dan dukanya selama
berkecimpung di dunia orangutan ini?
(A) : Suka : Proses perjalanan
penyelamatan orangutan dan habitatnya mulai dari tahun 2004 sudah mulai
didukung oleh banyak pihak baik itu pihak pemerintah, swasta, masyarakat maupun
dari NGO. Bukan hanya sekedar dalam bentuk perhatian yang menjadikan orangutan
sebagai issu strategis, namun lebih dari itu upaya dari aparat penegak hukum
juga sudah terlihat, seperti yang kita tahu sudah 2 kasus orangutan yang sudah
masuk P.21, bahkan sudah ada yang dijerat hukum dengan hukuman 8 bulan penjara
dan denda 10 juta rupiah. Hal ini semakin memberi angin segar bagi para
pemerhati orangutan untuk terus bersemangat dalam upaya konservasi Orangutan.
Duka : Hahaha..sebanarnya kalau bicara dukanya
karena konservasi orangutan ini merupakan issu yang melibatkan banyak pihak
maka tentunya perlu upaya yang sangat keras dalam menggandeng para pihak untuk
dapat duduk bersama berdiskusi membicarakan strategi konservasi orangutan
kedepan, dan sayangnya masih banyak pihak swasta dalam hal ini pihak perusahaan
yang usahanya bersinggungan langsung dengan habitat orangutan merasa bahwa pada
saat mereka diundang untuk berdiskusi seolah-olah mereka akan “disudutkan”, padahal
sebenarnya kan tidak seperti itu, justru kita menjembatani untuk bersama-sama
mencari solusi yang terbaik dalam upaya penyelamatan orangutan dan habitatnya,
bukannya ingin menghakimi mereka. Nah disini perlu upaya yang keras dari
kawan-kawan NGO pada khususnya untuk lebih mendekatkan diri dalam memberikan
pemahaman ini. Disini mungkin dukanya bahwa perlu strategi khusus mengenai
‘engagement’ untuk menyelaraskan antara konservasi lingkungan dan produksi yang
merupakan dua sisi mata uang yang berbeda.
(H-BE) : Terakhir, apa harapan dari
Bang Albert sebagai seorang konservasionist dalam upaya konservasi orangutan
ini ke depan?
(A) : Kita adalah bagian dari civil
society, maka mulai dari lingkungan rumah kita sudah dapat berbuat banyak
terhadap lingkungan yaitu dengan menciptakan rumah sehat, bersih dan hijau,
dengan membiasakan diri mulai lingkungan terkecil maka ini akan terbawa ke
lingkungan yang lebih besar. Harapan yang kedua khususnya adalah agar seluruh
pihak yang terkait dalam upaya konservasi orangutan ini tidak hanya sekedar
menjalankan tupoksi yang akan berakhir dalam tumpukan laporan, namun lebih dari
itu diharapkan ada kerelaan untuk menjalaninya sebagai suatu kewajiban dalam
upaya menyelamatkan alam sebagai harapan kehidupan saat ini dan masa yang akan
datang.
Demikian wawancara singkat yang
dilakukan bersama Albertus Tjiu disela-sela persiapan meeting mengenai
Orangutan. Terlihat dari pancaran wajahnya harapan besar untuk kehidupan
Orangutan yang lebih baik.
No comments:
Post a Comment